Selasa, 23 Agustus 2011

Peran batik di indonesia

Kamis, 28 Juli 2011 10:50


dok. WomanKapanlagi
Saat memandangi rentangan sehelai Batik Solo, walaupun ada warna putih di atasnya, kesan monokromatik sogan sangat terasa. Kesederhanaan warna inilah yang memicu aura megah, selain motif-motif bermakna filosofis yang menghiasinya.
KapanLagi.com - Apa yang kita ingat tentang Solo? Putri Solo, Sosis Solo, Stasiun Solo Balapan. Itu adalah rentetan jawaban populer yang terkait tentang Solo. Tak banyak orang yang serta-merta menyebut Batik Solo. Padahal, Batik yang dihasilkan para perajin kota Solo sejak berabad-abad lalu merupakan salah satu tonggak Batik Indonesia.

Jika Batik – resist dye proccess - di berbagai belahan dunia adalah cara tertua manusia mengolah tekstil, maka sebenarnya di Solo (seperti halnya di seluruh Jawa) Batik memasuki ranah pemerintahan. Kondisi ini membuat Batik menjadi istimewa karena memiliki peringkat berdasarkan motif. Ada motif-motif tertentu yang hanya dapat dikenakan oleh raja dan kalangan bangsawan, atau hanya dipakai saat perayaan. Hal inilah yang membuat Batik Solo berbeda.

Latar belakang historis dan antropologis ini, menjadi salah satu alasan Solo dipilih sebagai kota ketiga tujuan perjalanan misi pelestarian Batik yang dilakukan bersama oleh Attack Batik Cleaner dan Edward Hutabarat. Misi pelestarian Batik ;Cintaku Pada Batik Takkan Pernah Pudar', yang ditetapkan sejak 1 Oktober 2010, dalam rangka pengenalan Attack Batik Cleaner dan peringatan Hari Batik, sebelumnya telah mengunjungi Pekalongan (Desember 2010) dan Madura (April 2011).

Idealisme yang saling bersahutan


xxxxxxx



Misi ini mengemban tujuan memperkenalkan Batik pada umumnya, tidak hanya dari sisi produksi dan ekonomisnya semata. Hal ini berulang-ulang ditegaskan oleh Edward Hutabarat, yang mengatakan bahwa “Batik harus dipahami dari akarnya. Hanya dengan cara mengalami; melihat, merasakan secara langsung, kita bisa menghargai value sehelai Batik. Ada banyak sisi yang bisa dibicarakan tentang Batik. Tidak semata-mata karena pengakuan sebuah lembaga internasional, lalu kita berlomba-lomba mengulas Batik. Tetapi semestinya kita menghargai Batik karena tahu proses, menghayati denyut kehidupan di sekitarnya yang sering terabaikan.”

Selaras dengan konsep Edward Hutabarat, fashion designer yang telah 30 tahun berkarya, PT Kao Indonesia melakukan inovasi khusus dengan team Research & Development yang berpusat di Jepang untuk memahami kebutuhan lokal, dan dari situlah diluncurkan Attack Batik Cleaner. Pembersih Batik yang terbuat dari bahan alami sehingga membuat cucian Batik tidak pudar warnanya. Diana L. Laksmono, perwakilan Attack Batik Cleaner sejak peluncuran produk tersebut pada bulan Oktober 2010, menyampaikan pesan bahwa “Prinsip KAO sebagai pemilik brand Attack adalah peka terhadap kebutuhan konsumen akan Batik. Sebagai pembuat deterjen, kami menemukan ada kebutuhan yang belum terpenuhi dalam hal mencuci Batik. Attack Batik Cleaner mencuci secara lembut dan halus, tidak membuat warna Batik menjadi pudar dan wangi nya pun segar alami. Mencuci Batik menjadi lebih praktis dan modern. Keunggulan produk inilah yang kami utamakan untuk dapat selalu memberikan yang terbaik untuk konsumen pencinta Batik di tanah air.”

Profesionalisme dalam tradisi

Di kota Solo dikenal dua kampung Batik yang besar, Kampung Laweyan dan Kampung Kauman. Keduanya memiliki keunikan berdasarkan sejarah, dan Attack Batik Cleaner sangat beruntung bisa menjumpai para Mpu dari kedua kampung itu. Bp. Saud Efendi dari Kampung Laweyan dan Bp. Gunawan Setiawan dari Kampung Kauman. Keduanya merupakan relasi Edward Hutabarat, yang telah bertahun-tahun bekerja sama dengan mereka.

Kampung Laweyan diperkenalkan oleh Bp Saud Effendi sebagai kampung yang berkembang karena industri Batik, dan dimotori para saudagar Batik pribumi yang dikenal dengan sebutan Gal Gendhu. Masa kejayaan para Gal Gendhu itu terlihat jelas dari arsitektur bangunan rumah mereka yang luas, megah dan berbenteng tinggi. Para Gal Gendhu dari Laweyan inilah yang merupakan cikal bakal sebuah organisasi perdagangan yang didirikan pada tahun 1912 dan dikenal sebagai Syarekat Dagang Islam.

“Kami membuat Batik tulis dengan pakem-pakem tradisional khas Solo, Batik cap dengan modifikasi warna dan teknik smocked (kerut) untuk mendapatkan kesan kontemporer yang lebih segar, dan jenis Batik painting (lukisan Batik) yang merupakan penyaluran jiwa seni saya,” ungkap Bp. Saud alumnus STISI yang juga pernah berkecimpung di jagad perfilman Indonesia.

Selanjutnya Bp Saud menyatakan bahwa di Laweyan perajin Batik memiliki organisasi yang dapat membantu pengadaan materi Batik. Sekalipun demikian, beliau mengakui karena tingginya kebutuhan pasar, seringkali ada saja yang kurang. “Bahan pewarna alam dan pembersih Batik mulai agak sulit dicari. Kehadiran Attack Batik Cleaner yang ingridients-nya terbuat dari bahan alami, tentu merupakan kabar baik bagi kami yang bergerak di industri Batik,” ujar Pak Saud dengan nada lega.

Sedikit berbeda dibandingkan kisah Laweyan, Kampung Kauman memiliki hubungan yang dekat dengan Keraton Solo. Perajin di Kampung Kauman secara khusus membuat Batik untuk kebutuhan Keraton Kasunanan Surakarta. “Jarik atau kain yang digunakan oleh raja dan kaum bangsawan Keraton adalah bagian dari simbol dan citra mereka. Tentu saja pembuatannya hanya diserahkan pada orang-orang kepercayaan yang pada saat itu menetap di wilayah Kauman ini,” demikian ungkap Bp Gunawan Setiawan.

Gunawan kemudian mengatakan bahwa hal penting yang harusnya diperhatikan pemilik kain Batik adalah perawatannya. “Malam yang digunakan untuk membatik itu mengandung campuran lemak hewani. Hal inilah yang menyebabkan pemeliharaan kain Batik, yaitu proses pencucian harus dilakukan dengan baik. Batik yang disimpan di dalam lemari, harus benar-benar bersih dari malam, karena jika tidak akan mengundang ngengat. Kain yang belum bersih dari malam, adalah makanan mewah bagi ngengat. Saya telah mencoba Attack Batik Cleaner beberapa saat lalu, dan hasilnya memang bersih. Bisa mengangkat malam Batik yang masih tersisa,” demikian penjelasan Pak Gunawan yang hingga kini masih melakukan berbagai eksperimen yang berhubungan dengan malam Batik.

Di luar kedua wilayah tersebut, masih ada seorang maestro Batik Solo yang dikunjungi Attack Batik Cleaner, Ibu Siti Sendari. Saat ini beliau selain dikenal sebagai penghasil Batik bermotif pakem untuk digunakan di acara-acara tradisional seperti pernikahan, juga karena sentuhan warna pada motif-motif pakem Batik Solo. Sedikit berbeda dibandingkan warna non soga yang dilakukan dua maestro di Laweyan dan Kauman, warna racikan Ibu Sendari memberikan sensasi feminin di atas warna sogan yang solid. Lila, ungu muda, pink, oranye dan biru seakan “tersenyum” genit menarik perhatian.

“Saya memperhatikan nenek bekerja dulu saat masih kecil. Saya tertarik pada proses beliau membatik tulis, mencampurkan warna. Hal ini kemudian saya tekuni, dan dalam perjalanan pekerjaan saya terdorong untuk selalu mencoba hal baru, agar Batik bisa tampil hip, nge-trend. Setelah saya trial and error, akhirnya saya menemukan. Tidak mengubah motif, melainkan memadukan satu motif dengan motif lain, dan memberikan sentuhan warna khas saya sebagai perempuan,” ungkap Ibu Sendari yang saat ini boleh berlega hati, bahwa di antara ke-12 cucunya ada seorang Mutia (12 tahun) yang sangat tertarik dan sehari-hari selalu bersenang hati membantunya bekerja di workshop mencoba berbagai campuran warna.

Garis merah yang sama terlihat pada ketiga maestro itu. Mereka tidak sekadar bekerja sebagai produsen Batik, mendapatkan keberuntungan finansial dari maraknya Batik sebagai salah satu kekayaan bangsa yang diakui secara internasional. Sebaliknya mereka memiliki misi pribadi, mengembangkan Batik sebagai warisan yang perlu dipertahankan eksistensinya sesuai jaman.


xxxxxxx



Batik, perekat elemen sosial

Sebagai sebuah wilayah yang pada masa kejayaannya berbentuk kasunanan, yang diperintah oleh para pangeran, maka kehidupan masyarakat Surakarta – sebutan lengkap Solo – sangat keraton sentris. Kebiasaan keraton terpola jelas, dan salah satunya adalah penggunaan jarik Batik sebagai pakaian sehari-hari.

Pemenuhan kebutuhan Batik inilah yang kemudian menggerakkan roda perekonomian dan sosial. Tidak hanya untuk kebutuhan keraton, Batik dengan motif saudagaran, dibuat oleh para perajin Batik di luar Kampung Kauman untuk masyarakat umum. Para perajin Batik itu bekerja antara 8-10 jam per hari. Ketika terasa letih, bukan pil atau larutan suplemen yang mereka cari. Sebaliknya, mereka memiliki ramuan herbal yang dikenal sebagai jamu. Untuk kalangan istana dan pekerja istana, jamu yang didapat berasal dari kawasan Baluwarti, Tamtaman. Semula jamu dipasarkan oleh para penjual jamu gendongan, namun saat ini telah diproduksi dalam bentuk botolan, dan hanya perlu dicampurkan dengan sedikit air, sehingga sangat praktis digunakan.

Sebagai bagian dari tradisi, Batik juga tampil dalam banyak karya seni, seperti; lukisan, tarian, dan yang sangat khas dari Solo adalah Wayang Orang. Kelompok Wayang Orang Sriwedari di Solo dikenal konsisten manggung setiap hari – kecuali hari raya keagamaan, Islam dan hari Minggu – sejak tahun 60-an. Setiap kali tampil, para wayang mengenakan Batik sesuai perannya. “Ketika inilah, sebenarnya seorang rakyat biasa terkecuali saat manten (menikah) bisa menggunakan jarik Batik dengan motif yang biasanya hanya untuk dikenakan oleh raja dan bangsawan,” ujar KRT. Diwasa Diranagara S.Sn yang menjadi kepala Dinas Pariwisata Solo, yang juga berperan sebagai penanggung jawab Wayang Orang Sriwedari dan sutradara pertunjukan.

Tak ada kata yang tepat untuk menggambarkan dedikasi setiap tokoh yang terlibat dalam seluruh siklus Batik ini, kecuali dedikasi. Hal yang dilakukan karena kecintaan dan pemahaman mereka tentang Batik sebagai warisan nenek moyang. (wo/prl/bee)

Dilihat sebanyak 238 kali
My faceboo;http://www.facebook.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar